![]() |
Ilustasi/Memahami rekayasa sosial/sumber gambar:pixabay.com. |
Materi ini adalah kelanjutan dari materi sebelumnya yang saya tulis berjudul Materi Kaderisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII): Analisis Sosial dan Rekayasa Sosial. Sengaja pada bagian judul ini saya tulis Materi Kaderisasi PMII Part 2: Memahami Makna Rekayasa Sosial, karena dalam tulisan sebelumnya saya tidak membahas lebih banyak tentang makna rekayasa sosial, karena keterbatasan literatur dan ditambah lagi materi yang saya buat sebelumnya hanya untuk materi pengantar saja. Pada materi PMII Part 2 ini saya akan menjelaskan sedikit lebih luas dan lebih sederhana agar mudah dipahami oleh pembaca.
Pendahuluan
Sebetulnya kalau kita searching di google tentang rekayasa sosial ini, kita akan menemukan beberapa penjelasan mendasar tentang rekayasa sosial. Tapi dalam beberapa artikel menilai bahwa rekayasa sosial ini harus diwaspadai karena berbahaya. Hal ini mungkin merujuk pada pengertian rekayasa sosial yang digunakan secara jahat sebagai teknik manipulasi yang dilakukan sekelompok orang untuk mempengaruhi pikiran, perilaku, dan tindakan orang lain. Sementara itu, dalam artikel lain menjelaskan rekayasa sosial itu lebih umum menyangkut seluruh aspek kehidupan sosial manusia.
Rekayasa sosial merupakan semacam mesin sosial (social engineering) yang didalamnya terdapat berbagai komponen yang saling berkaitan. Jika salah satu komponen rusak, maka beberapa komponen lainnya akan terganggu. Dengan demikian rekayasa sosial sebagai mesin sosial, dibuat dan dijalankan oleh masyarakat baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Rekayasa sosial ini berfungsi untuk mengendalikan dan melakukan perubahan-perubahan sosial yang dikehendaki. Jadi tujuan rekayasa sosial adalah untuk menciptakan perubahan itu sendiri.
Sebelum saya menjelaskan lebih spesifik lagi tentang makna rekayasa sosial, pertama-tama perlu kiranya saya menjelaskan beberapa pengertian tentang rekayasa sosial. Kenapa? Karena ini penting agar kita memiliki semacam kerangka berpikir konseptual dalam memahami pembahasan materi kita kali ini.
Beberapa Pengertian Rekayasa Sosial
Seperti yang sudah disinggung di atas kata rekayasa sosial berasal dari bahasa ingggris “social” dan “engineering”. “Socius” artinya kawan atau segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat, dan “engineering” artinya keahlian teknik atau pabrik mesin. Akan tetapi kata tersebut mengalami arti yang lebih luas ketika masuk dalam wilayah sosial, keahlian teknik atau pabrik mesin mengalami perluasan makna menjadi suatu upaya merekayasa suatu objek sosial dengan segala perencanaan yang matang untuk mewujudkan tranformasi sosial sesuai target perekayasa atau "engineer".
Dari uraian di atas dapat kita definisikan bahwa rekayasa sosial (social engineering) adalah suatu upaya dalam rangka transformasi sosial secara terencana “social planning”. Obyeknya adalah masyarakat menuju suatu tatanan dan sistem yang lebih baik sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh sang perekayasa atau the social engineer. Upaya rekayasa ini muncul berawal dari problem sosial, yaitu ketidaksesuaian antara das sollen dengan das sein, atau ketidaksesuaian antara apa yang kita cita-citakan dimasyarakat dengan apa yang terjadi.
Less dan Presley, tokoh sosiolog, mengartikan rekayasa sosial sebagai upaya yang mengandung unsur perencanaan yang diimplementasikan hingga diaktualisasikan di dalam kehidupan nyata. Pengertian ini merujuk pada perubahan sosial yang direncanakan (paned change) atau perubahan yang dikehendaki (intended change). Masyarakat adalah subjek sekaligus objek di dalam melakukan perubahan ini. Perubahan bisa berkaitan nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat, kekuasaan, wewenang dan lain-lain.
Sosiolog Amerika Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya, timbulnya pengorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis telah menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan antara buruh dengan majikan dan seterusnya menyebabkan perubahan-perubahan dalam organisasi ekonomi dan politik.
Gillin dan Gillin mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan materil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Secara singkat, Samuel Koenig mengatakan bahwa perubahan sosial merujuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia yang terjadi karena sebab-sebab intern maupun sebab-sebab ekstern.
Selo Soemardjan mengungkapkan sebab-sebab terjadinya perubahan sosial yaitu; bertambah dan berkurangnya jumlah penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan (conflict) masyarakat, terjadinya pemberontakan atau revolusi. Selain itu ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi terjadi perubahan dan faktor penghambat perubahan. Faktor terjadinya perubahan yaitu kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan yang maju, sikap menghargai karya seseorang dan keinginan untuk maju, toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang, sistem lapisan masyarakat yang terbuka, penduduk yang heterogen, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, dan lain-lain.
Adapun faktor-faktor yang menghambat terjadinya perubahan adalah; kurangnya hubungan dengan masyarakat lain, perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat, sikap masyarakat yang tradisionalis, adanya kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat atau vasted interest, rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan, prasangka terhadap hal-hal baru/asing, hambatan ideologis, kebiasaan, nilai pasrah dan lain-lain.
Makna Rekayasa Sosial
Rekayasa sosial diterapkan dalam berbagai bidang seperti bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Pernah mendengar istilah rekayasa genetik? Nah itu adalah salah satu contoh rekayasa sosial yang lebih spesifik lagi dalam bidang ilmu pengetahuan, rekayasanya terhadap genetik tapi berdampak sosial. Orang berupaya melakukan perubahan dengan cara menemukan penemuan baru dalam bidang sains. Rekayasa genetik ini bertujuan untuk menciptakan sifat baru dari tanaman, misalnya pada tanaman padi, agar lebih berkualitas, tahan hama dan tahan penyakit.
Tak jauh berbeda sebenarnya dengan penerapan rekayasa sosial dalam bidang-bidang lainnya. Misalnya, untuk menciptakan keteraturan dalam masyarakat, maka masyarakat menciptakan lembaga atau institusi hukum yang tujuannya untuk menciptakan keamanan dan ketertiban sosial. Contoh studi kasus lainnya misalnya, untuk menghentaskan buta huruf di Brazil, Paulo Freire mendirikan pusat-pusat di setiap negara bagian Brasil untuk mengajar orang-orang cara membaca. Beliau konsultan dalam pemberantasan buta huruf tersebut.
Nah, jadi rekayasa sosial itu selalu dilakukan dan diberangkatkan dari permasalahan-permasalahan sosial. Maka dari itu, diperlukan terlebih dahulu pengamatan, observasi lapangan, agar diketahui akar permasalahannya apa. Paulo Freire tidak mungkin dikenal sebagai tokoh penggagas pendidikan kritis, jika ia tidak menemukan permasalahan-permasalahan tentang pendidikan. Bahkan, Paulo Freire juga tidak akan menulis buku yang berjudul “Pendidikan Kaum Tertindas” jika ia tidak mengetahui akar permasalahannya.
Begitu juga yang saya contohkan pada rekayasa genetik, diciptakan karena adanya permasalahan tanaman yang dikeluhkan oleh masyarakat yang tanamannya selalu diserang hama dan penyakit. Maka dengan ini, individu, masyarakat yang tergabung dalam organisasi, lembaga bahkan negara bekerjasama misalnya dengan negara lain untuk mengatasi permasalahan ini. Maka negara berupaya melakukan kerjasama, berdiplomasi, membahas keuangan, membuat kebijakan, program dan lain sebagainya.
Berkaitan dengan contoh permasalahan ini, pada zaman orde baru, Soeharto pernah membuat program kebijakan yaitu; Pengembangan institusi Berdirinya Serikat Petani Indonesia (SPI), Pembangunan koperasi yang melayani kebutuhan pokok petani, Pembangunan Bulog yang menampung hasil petani, Pembangunan institusi penelitian seperti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), dan Pembangunan pabrik pupuk.
Ini hanyalah salah satu contoh saja agar kita memiliki gambaran tentang makna rekayasa sosial, bahwa dari satu permasalahan dampaknya sangat luas. Masih banyak contoh lainnya yang bisa kita jadikan contoh untuk memperluas pemahaman kita tentang diskursus ini. Jadi itulah pemahaman saya tentang makna rekayasa sosial semoga sampai sini dapat dimengerti. Lalu bagaimana rekayasa sosial dalam PMII?
Rekayasa Sosial dalam PMII
Sebetulnya tidak akan jauh berbeda dengan pemaknaan rekayasa sosial seperti yang saya contohkan di atas. Hanya saja yang membedakannya adalah objek kita terhadap PMII. Maka sebelum kita membahas penerapan rekayasa sosial dalam PMII, kita perlu melakukan analisis apakah permasalahan-permasalahan yang kita hadapi di PMII. Bagi saya ini penting untuk dipahami di tingkat Rayon dan Komisariat sebelum kita mengambil objek analisis di luar PMII, karena setelah kita masuk di jenjang selanjutnya, seperti Pengurus Cabang, PKC dan PB, analisis kita bukan lagi sekadar membahas permasalahan kaderisasi, tetapi sudah harus membahas permasalahan-permasalahan sosial kedaerahan dan nasional.
Tetapi disini saya akan sedikit menjelaskan bahwa sejak didirikannya PMII, para pendahulu kita sudah melakukan analisis apa saja tantangan PMII di masanya, sehingga mereka mulai mengembangkan beberapa materi dasar di kurikulum PMII agar dijadikan kajian disemua tingkatan pengurus PMII. Misalnya, terkait paradigma arus balik masyarakat dan paradigma kritis transformatif yang digunakan sebagai cara pandang, pedoman nilai-nilai dalam gerakan PMII. Tetapi seiring bejalannya waktu, kader PMII berikutnya menilai bahwa paradigma arus balik masyarakat dan paradigma kritis tranformatif sudah tidak relevan lagi dengan situasi hari ini. Maka, kemudian Ketum PB PMII Muhamad Abdullah Syukri (Ketum Abe), mengusulkan paradigma PMII Produktif.
Mari kita lakukan analisis, bagaimana kondisi PMII hari ini? Formulasi-formulasi apa yang harus kita ciptakan untuk melakukan perubahan sosial? Di era teknologi digital sekarang ini, tantangan kita sangatlah kompleks, terutama masalah motivasi diri, karakter, yang disebabkan teknologi dan tren media sosial. Tidak bisa kita pungkiri bahwa teknologi saat ini sudah masuk kedalam sendi-sendi kehidupan kita, yang telah banyak mempengaruhi cara pandang, gaya hidup dan budaya berorganisasi. Saat ini, kita perlu memperkuat ideologi kita, karakter kita, nalar berpikir kritis kita, kemampuan kita, keterampilan kita agar kita menjadi aktor perubahan, bukan jadi penonton apalagi korban perubahan. Kader PMII harus kembali ke khitoh kita sebagai kader ulil albab, sebagai pribadi muslim Indonesia yang berilmu, cakap, dan bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmunya serta komitmen dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Apa modal utama yang harus dimiliki oleh kader PMII di era sekarang dalam melakukan rekayasa sosial? Selain kader PMII haru memahami tentang faktor-faktor terjadinya perubahan seperti yang saya kemukakan di atas, sebagai agen of change dan agen of social control kader PMII juga harus memiliki kekuatan (power) dalam melaukan rekayasa sosial. Menurut saya modal utama dalam melakukan perubahan sosial adalah memiliki ilmu pengetahuan yang relevan (konsep tual dan praktis), adanya kemauan dan rasa ingin tahu yang konsisten dari kader PMII, memiliki karakter pantang menyerah, jujur dan ulet, berani untuk mencoba dan memulai hal-hal baru, mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, menjalin relasi dengan baik, dan lain sebagainya.
Tidak ada komentar