Konten [Tampil]
Ilustrasi/pixabay.com

Akhir-akhir ini saya suka ikut yasinan rutin setiap malam jumat di BTN Padjajaran Pasir Ona Rangkasbitung. Tapi yasinan kali ini saya dihadapkan pada suatu hal yang tidak menyenangkan. 

Singkat cerita, usai yasinan bareng bersama bapak/bapak di mushola (malam Jumat, 06 Februari 2025) kami ngopi dan makan cemilan bareng sembari menunggu waktu adzan isya.

Saya duduk ikut nimbrung bersama bapak-bapak. Di samping kiri saya ada bapak-bapak yang menawari kopi, dan roko. "Ngaroko kang," ujarnya. "Terimakasih pak, saya lagi gak ngeroko dan ngopi" kata saya.

Tak lama kemudian, melihat saya yang tidak sibuk merokok seperti yang lain, salah seorang bapak-bapak di barisan sana berbicara dengan begitu sombongnya.

Didepan banyak orang ia menawarkan rokok kepada saya dengan cara yang tidak beradab. Bagaimana tidak, ia memberi sebatang rokok dengan cara dilemparkan hingga mengenai orang lain.

"Woy dia te ngaroko!," katanya sambil mengambil sebatang rokok sampoerna mild miliknya. Jarak duduk saya dengan dia sekitar 3 meter. Dia melemparkan sebatang rokok tersebut kepada saya. "Tah," katanya sembari melempar.

Dalam hati saya berkata "Astaghfirallahhaladzim,". Bagaimana perasaanmu jika ada orang yang memperlakukanmu semacam itu? Sebagai manusia biasa, hati saya terluka, saya sakit hati. 

Tapi dalam kondisi ini saya berusaha tetap tenang. Bapak-bapak di samping saya mengambil rokok yang dilemparkan oleh orang tak beradab tadi. Ia meletakannya didepan saya. Tapi pantang bagi saya untuk mengambilnya, apalagi mengisapnya. Saya biarkan rokok itu tergeletak.

Melihat perilaku buruk semacam itu, bapak-bapak yang lain tampak heran dan diam sejenak. Saya kemudian memalingkan vadan permisi ke tempat wudhu dan masuk ke mushola. Hingga sholat Isya selesai rokok itu masih tergeletak, dan saya bergegas pulang.

Sebelumnya saya dengan bapak yang melempar rokok tadi pernah ngobrol. Awanya saya menilai, dia benar-benar baik. Waktu itu, ia pernah mengajak saya makan duren, kami ngobrol hingga larut malam. 

Kita harus waspada pada orang yang terlalu cepat memberi kebaikan. Karena Imam Syafii juga pernah menerima kebaikan dari seseorang yang baru dikenal, tapi ternyata dia adalah seseorang yang sangat buruk. 

Suatu ketika pada saat mengembara Imam Syafii pernah ditawari menginap, makan, di rumah seseorang yang menawarinya. Orang itu begitu baik, Syafii diberikan pelayanan terbaik bak pelayanan hotel bintang lima.

Imam Syafii tidur di kasur empuk, dan makan dengan makanan yang lezat. Sementara itu si pemilik rumah, hanya tidur di lantai, dan makan seadanya. Hal ini pun lantas membuat sang imam heran. Ia punya firasat akan terjadi hal buruk menimpanya.

Ternyata firasat Imam Syafii pun benar. Seseorang yang menawarkan kebaikan menginap, dan makan dengan pelayanan terbaik tadi menagih sang Imam untuk membayar semua yang sudah dinikmatinya.

Nah, jadi itulah pelajaran dari Imam Syafii. Sekali lagi kita harus waspada terhadap orang yang berbuat baik, bisa jadi ia buruk terhadap kita. Ada pepatah mengatakan, jangan menerima kebaikan dari orang yang salah, atau kita akan ditagih secara brutal.

Beberapa orang berbuat baik tidaklah ikhlas, mereka hanya ingin menjebak kita pada lingkaran setannya. Orang semacam itu ingin memiliki kendali atas diri kita, tetutama emosi dan mental kita. Jadi usahakan jangan menerima kebaikan, jika memang tidak ada timbal balik yang kita berikan.

Semoga bermanfaat ....