![]() |
Kartu BPJS Kesehatan |
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan, sudah ada sejak tahun 1968, ketika itu pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 1 Tahun 1968 yang membentuk Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK).
Namun, BPJS Kesehatan seperti yang kita kenal sekarang secara resmi baru mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014, setelah adanya perubahan nama dari PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Adanya BPJS Kesehatan sangat bermanfaat bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat kalangan bawah. Masyarakat terutama warga miskin merasa terbantu karena adanya program ini. Tetapi tidak semua pengobatan bisa ditanggung BPJS misalnya sakit yang disebabkan akibat tindakan kriminalitas, sebagaimana tertuang dalam peraturan BPJS Kesehatan.
Sakit yang ditanggung BPJS Kesehatan adalah sakit yang terjadi dalam kondisi tertentu seperti sakit serangan jantung, gangguan pernapasan, dehidrasi parah akibat diare, penyakit paru-paru, demam berdarah, gagal ginjal, demam panas, kejang, stoke, dan lain-lain, sebagaimana tertuang dalam Perpres No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
BPJS Kesehatan ada dua jenis yaitu yang berbayar dan yang gratis. BPJS Kesehatan berbayar disebut juga sebagai BPJS mandiri karena ditanggung oleh sendiri melalui iuran bulanan, sedangkan BPJS Kesehatan gratis ditanggung oleh pemerintah. Perlu dicatat bahwa BPJS Kesehatan gratis ini diberikan hanya untuk masyarakat miskin atau tidak mampu.
Meskipun BPJS Kesehatan ini bermanfaat, tetapi ada beberapa catatan yang harus dijadikan evaluasi oleh pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik. Evaluasi ini menjadi dasar timbulnya harapan dari masyarakat kepada pemerintah, karena masih banyak masyarakat yang belum puas terkait pelayanan kesehatan, meskipun tingkat kepuasan di setiap daerah bisa berbeda-beda.
Harapan dan Kenyataan
Pelayanan kesehatan adalah pelayanan prioritas bersifat jangka panjang yang wajib diberikan kepada setiap warga negara, karena kesehatan adalah hak maka harus dijamin oleh negara. Hadirnya program BPJS Kesehatan ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau. Namun, pada faktanya masih ada gap antaranya kenyataan dan harapan.
Faktanya masih banyak masyarakat yang belum memiliki kartu BPJS Kesehatan. Menurut, beberapa penelitian masyarakat yang belum memiliki BPJS Kesehatan disebabkan karena beberapa hal diantaranya karena biaya iuran BPJS Kesehatan terlalu berat. Hitungan ini dihitung berdasarkan pengeluaran setiap bulan. Misalnya jika dalam kartu keluarga ada 5 orang, dan perorangnya Rp 42 ribu, maka biaya perbulannya adalah Rp 210 ribu.
Itu hanyalah salah satu contoh dari kelas BPJS Kesehatan Kelas III. Iuran BPJS Kesehatan berbeda-beda, ada tiga kelas yaitu Kelas I sebesar sebesar Rp 150 ribu, Kelas II Rp 100.000, dan Kelas III Rp 42 ribu. Namun, kebijakan terbaru untuk Kelas III pemerintah memberikan bantuan iuran sebesar Rp 7 ribu, sehingga iuran yang dibayarkan oleh peserta BPJS Kelas III adalah Rp 35 ribu per orang/per bulan (dikutip dari Biayainfo.com).
Sejalan dengan itu, salah seorang warga BTN Padjajaran, Andi Sunardi berharap program BPJS Kesehatan ini bisa lebih terjangkau supaya tidak memberatkan. Andi mengaku terbantu dengan adanya program BPJS tersebut, tetapi ia merasa bahwa iuran BPJS masih memberatkan. Pria yang memiliki dua anak dan satu istri itu berharap nominal pembayarannya bisa lebih tejangkau karena BPJS Kesehatan ini mengcover seluruh anggota rumah tangga dalam kartu keluarga.
“Pami nu mandiri jelas, iuran kesehatan masyarakat melalui BPJS kesehatan berharap nominal pembayarannya bisa lebih terjangkau, sebab iuran ini mengcover seluruh anggota rumah tangga yang ada dalam kartu keluarga, artinya bahwa beban iuran ini harus seluruhnya dibayarkan, tidak bisa perseorangan,” jelas Andi saat saya wawancara, pada Rabu, 26 Februari 2025.
Andi juga berharap untuk jenis BPJS Kesehatan gratis bisa tepat sasaran. Permasalahannya adalah masih banyak warga miskin yang belum memiliki BPJS Kesehatan. Menurut penelitian Supriyanto, S. (2020) hal ini disebabkan karena beberapa hal diantaranya; keterbatasan akses informasi, keterbatasan kemampuan administrasi, kurangnya kesadaran akan pentingnya BPJS Kesehatan, keterbatasan akses ke fasilitas kesehatan, dan kurangnya dukungan dari pemerintah dan lembaga lainnya.
Senada dengan Andi, hal yang sama juga dikatakan oleh Wawan, salah seorang warga Rangkasbitung, Kabupaten Lebak. Menurutnya, perlu ada pemetaan terkait iuran BPJS mandiri. Wawan mengatakan, harapanya tidak ada kelas dalam sistem iuran BPJS Kesehatan. Jikalau ada, harusnya dipetakan berdasarkan pendapatan masyarakat, sedangkan dalam kualitas pelayanan harus tetap sama tidak boleh dibeda-bedakan antara yang berbayar dan yang gratis.
“Semua rata, tapi mungkin untuk PNS, pengusaha, atau pegawai pabrik yang gajinya UMR ada pengecualian, agar setaranya itu tidak tebang pilih, dalam arti dengan penghasilan dibawah satu juta seperti buruh tani misalnya dibedakan menurut pendapatannya, untuk yang gratis, jika memang benar-benar tidak mampu dibuktikan dengan foto kondisi rumahnya,” ujar Wawan.
"Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang adil, transparan, dan berpihak pada kepentingan rakyat."
Ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan tersebut adalah problem rakyat untuk dijadikan evaluasi dalam meningkatkan pelayananan kesehatan. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang diambil berdasarkan kepentingan rakyatnya dengan prinsip keadilan. Untuk itu perlu dikaji ulang terkait program BPJS Kesehatan ini dengan harapan;
Pertama, tidak adanya perbedaan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta BPJS, baik peserta BPJS Kesehatan berbayar (Kelas I, Kelas II, dan Kelas III), maupun kepada peserta BPJS Kesehatan gratis. Pelayanan kesehatan harus diberikan secara adil kepada setiap warga negara seperti halnya prinsip setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum.
Kedua, untuk BPJS Kesehatan gratis, agar tepat sasaran, diperlukan penguatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah sampai ke tingkat bawah, seperti Desa, RT, dan RW. Pemerintah harus melakukan verifikasi, validasi dan pendataan ulang terhadap masyarakat yang berhak menerima BPJS Kesehatan gratis. Jika terdapat masyarakat tidak mampu yang belum memiliki BPJS Kesehatan gratis, namun karena keterbatasannya, maka pemerintah harus memfasilitasi tanpa memberatkannya.
Ini hanyalah harapan, urusan didengar atau tidak kembali kepada sang pemillik kebijakan. Tapi kita berharap harapan kita didengarkan. Semoga bermanfaat ...
Tidak ada komentar