Konten [Tampil]
SDN 2 Narimbang Mulia, Rangkssbitung.

Saya ditugaskan mengajar di SDN 2 Narimbang Mulia, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak. Dalam beberapa pertemuan, saya mengamati ternyata ada beberapa siswa yang sudah kelas IV (Empat) tapi belum bisa membaca dan menulis. Terlihat siswa tersebut merasa kesulitan untuk mengikuti setiap mata pelajaran, alhasil siswa tersebut selalu tertinggal jauh oleh teman-temanya, baik pada saat menulis maupun mengerjakan tugas-tugas.

Fenomena siswa belum bisa membaca dan menulis ternyata bukan hanya terjadi di sekolah dasar saja, bahkan di diberitakan kompas.com, kondisi ini juga terjadi di sekolah menengah pertama, di mana puluhan siswa SMP belum bisa membaca. Kondisi ini disebabkan karena siswa yang belum layak naik kelas harus tetap naik kelas. Saya pun menanyakan kepada guru di sekolah saya, kenapa kalau memang belum layak naik kelas tapi di naikan, ternyata guru dilema karena kebijakan tidak membolehkan siswa untuk tinggal kelas.

Kebijakan Tentang Tidak Boleh Tinggal Kelas

Sebagai sebuah institusi, lembaga pendidikan tidak bisa lepas dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Kebijakan yang dibuat menentukan bagaimana seharusnya pendidikan itu berjalan dan dilaksanakan. Mengutip dari kompas.com, kebijakan yang tidak membolehkan siswa tinggal kelas sudah berlaku sejak diberlakukannya kurikulum merdeka. 

Kebijakan ini bertujuan agar siswa bisa berkembang sesuai dengan potensinya. Menurut Kepala Kurikulum Kemdikbudristek,  jika siswa belum bisa memahami pembelajaran, mereka harus mengulang pelajaran yang belum dikuasai, bukan tidak dinaikan kelas. Dalam kurikulum merdeka pembelajaran bersifat fleksibel materi ajar dirancang sesuai dengan kebutuhan peserta didik di sekolah masing-masing.

Perlunya Koreksi Kurikulum Merdeka

Kurikulum merdeka perlu diperbaiki, demikian kata Pemerhati Pendidikan Doni Koesuma. Kebijakan tidak membolehkan siswa tinggal kelas kurang tepat, pasalnya selain akan menjadi beban guru di jenjang sekolah berikutnya, juga akan menurunkan etos belajar siswa. Ditegaskan Doni, kebijakan itu akan membuat anak tidak termotivasi untuk belajar karena selalu bisa naik kelas. 

Sebuah riset, menunjukan bahwa kebijakan tinggal kelas berpengaruh terhadap kondisi psikologis anak. Oleh karena itu, kebijakan ini dikhawatirkan akan membuat karakter siswa dalam belajar tidak terbentuk, sehingga berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia dimasa mendatang. Selain itu, mindset yang akan terbangun juga bukan lagi berorientasi pada ilmu pengetahuan melainkan pada ijazah atau yang penting dapet ijazah. 

Pada dasarnya, pendidikan menjadi tanggungjawab kita semua, sedangkan mengenai kurikulum pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Banyak ide positif dalam kurikulum merdeka diantaranya guru tidak terlalu banyak dibebani oleh administrasi dan bisa lebih fokus pada pilihan capaian pembelajaran. Tetapi, pendidikan bukan hanya tentang pencapaian kompetensi,  pendidikan harus mengarahkan anak pada integritas, motivasi dan etos belajar yang tinggi. 

Kurikulum merdeka menurut saya belum bisa diterapkan di sekolah dasar, karena anak SD belum bisa belajar mandiri, pada realitanya gurulah yang mesti berperan paling sentral dalam belajar. Tahapan belajar pada anak SD adalah tahapan mengingat, belajar konsep-konsep dasar dan meniru, sehingga belajar menulis dan menghitung seperti dalam kurikulum KTSP sepertinya lebih relevan daripada kurikulum merdeka. 

Dalam kuriklum merdeka misalnya ada istilah profil projek penguatan pancasila atau disebut P5. Menurut saya P5 di SD kurang memberikan dampak apa-apa, P5 hanya membuang-buang waktu saja karena kurang berdampak. Pada realitanya bukan anak yang mengerjakan segala sesuatunya, melainkan guru dan orang tua siswa di sekolah. 

Pada intinya kita harus mengerti bahwa anak SD seharusnya diarahkan agar lebih fokus pada pemantapan kompetensi dasar terutama membaca, menulis dan menghitung. Jangan sampai kurikulum justeru menjadi belenggu, terlalu banyak program tapi tidak dimengerti oleh anak karena kurangnya memberikan pengetahuan dan kompetensi dasar pada anak. Berikan anak pendidikan sesuai kebutuhan bukan keinginan. 

Peran Orang Tua dalam Pendidikan

Sekolah hanyalah lembaga formal agar proses belajar mendapatkan pengakuan secara legal. Artinya pendidkan bukan hanya dilakukan di sekolah, proses pendidikan bisa dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja, termasuk lingkungan keluarga sebagai madrasah pertama bagi anak-anak. 

Peran orang tua sangat menentukan pendidikan anak, orang tua bukan sekedar melahirkan, memberinya makan tetapi orang tua harus terus mendidik sepanjang waktu. Di sekolah guru terbatas oleh waktu, untuk itu orang tualah yang harus menjadi garda terdepan dalam memantau perkembangan pendidikan anak.

Kasih sayang orang tua, dukungan orang tua memberikan aura positif pada anak. Berikan mereka sentuhan lembut, tanyakan apa saja yang dipelajari di sekolah, jadilah pendengar curhatan mereka apa saja yang mereka lalukan di sekolah, setelah itu refleksikan kekurangan-kekurangan apa yang perlu diperbaik dari anak dan komunikasikan dengan guru.

Itulah peran orang tua terhadap pendidikan anak. Disamping itu, masih banyak peran lain seperti masyarakat, lingkungan pergaulan pertemanan yang juga menentukan pendidikan mereka. Kuncinya dikembalikan pada orang tua, untuk memastikan bahwa mereka bergaul dengan lingkungan positif yang dapat menumbuhkembangkan pontensi mereka.