Konten [Tampil]
Filsafat sejarah/pixabay.com

Pendahuluan

Filsafat sejarah merupakan cabang filsafat khusus sebagaimana filsafat manusia, filsafat sosial, filsafat bahasa, filsafat seni, filsafat kebudayaan dan lain-lain. Sebagai bagian dari cabang filsafat khusus, filsafat sejarah memiliki aliran atau mazhab pemikiran serta memiliki pengertian yang berbeda dari pengertian sejarah secara umum. Mazhab atau aliran filsafat sejarah itu terdiri dari aliran dinamik dan aliran statis. 

Selain itu, mazhab atau aliran filsafat sejarah memberikan pandangan lebih luas terhadap pola gerakan sejarah. Pola gerak sejarah itu bisa bersifat linear maupun siklus dan sejarah mengikuti pola itu. Pola gerak sejarah itulah yang akan terus berlaku terhadap perkembangan kehidupan manusia masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Masing-masing dari mazhab tersebut dikembangkan oleh para fulsuf modern. Seperti halnya mazhab atau aliran dinamis yang dikembangkan oleh Hegel dan Karl Marx melalui metode dialektikanya.

Filsafat sejarah meneliti asas-asas yang paling fundamental ataupun hakiki dalam proses historik sebagai keseluruhan keanekaan peristiwa. Sejarah memiliki konsepsi tentang kosmologi, waktu dan gerakan (Louis, 2004:231). Alam fisik atau jagat raya (cosmos) merupakan obyek penyelidikan ilmu-ilmu alam, khususnya ilmu fisika. Kosmologi sejarah merupakan bagian dari filsafat sejarah yang mengkaji secara mendalam tentang aneka macam sebab, prinsip, sifat, watak, tujuan gerak dan perubahan sejarah (Maiwan, 2013:160). Oleh karena itu islam sangat mendorong manusia untuk mengetahui hal-hal yang bermanfaat dan dapat diteliti. 

Menurut Murtadha Muthahhari ada tiga hal yang bermanfaat jika di pikirkan; alam semesta, sejarah, dan hati nurani manusia. Kemudian Filsuuf Jerman bernama Imanuel Kant juga menulis; “Ada dua hal yang sangat mengundang decak kagum manusia; langit berbintang di atas kepala kita, dan hati nurani di dalam hati kita”. Hal tersebut  memberikan fakta yang jelas kepada kita bahwa kemajuan hari ini karena adanya penelitian tentang sejarah, alam semesta dan seisinya termasuk manusia. 

Istilah filsafat sejarah merujuk pada aspek toritis sejarah dalam dua pengertian yaitu Pertama filsafat kritis sejarah dan kedua filsafat spekulatif sejarah. Filsafat kritis sejarah adalah aspek teori, dari disiplin ilmu sejarah akademis dan berkaitan dengan permasalahan seperti asal-usul bukti sejarah, dan sejauh mana objektivitas dapat dilakukan. Sedangkan filsafat spekulatif sejarah adalah bidang filsafat tentang signifikansi hasil, jika ada, dari sejarah manusia.

Perkembangan sejarah manusia berlangsung mengikuti hukum dan norma yang sistematis. Artinya disini sejarah sudah menjadi sebagai ilmu. Ilmu adalah pengetahuan yang memiliki objek, metode, dan sistematika tertentu (Darmodiharjo, 1995: 2). Sejarah sebagai ilmu menurut Kuntowijoyo; memiliki teori-teori dan konsep sendiri. Menurut Gibbs (Damsar, 2015: 4) “Teori adalah sejumlah pernyataan yang saling berhubungan secara logis dalam bentuk penegasan empiris tentang berbagai jenis peristiwa yang tidak terbatas”. 

Kinloch (2005:20) menyimpulkan teori sebagai “sejumlah penegasan yang logis dan abstrak yang mencoba menjelaskan hubungan antar fenomena. Sejarah memiliki teori ilmu pengetahuan (epistemology) sendiri yang memberikan dasar-dasar bagi kaidah-kaidah ilmu sejarah (Daliman, 2012:5). Istilah Epistemologi, berasal dari kata episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu) berarti epistemologi adalah ilmu tentang sumber-sumber, batas-batas dan verifikasi (pemeriksaan nilai kebenaran) ilmu pengetahuan (Bagir, 2005: 13).  

Oleh karena itu jika filsafat sejarah sebagai ilmu maka kajian filsafat sejarah lebih mengedepankan rasional. Segenap kejadian sejarah yang melibatkan kehormatan dan aib, kesuksesan dan kegagalan, nasib baik dan nasib buruk, memiliki aturannya yang pasti dan sempurna. Dengan mengetahui aturan dan hukum ini, kehidupan masa kini dapat dikendalikan kearah yang menguntungkan generasi sekarang. Sejarah merupakan ilmu sosial karena objek kajian sejarah adalah individu dan masyarakat, sehingga untuk memahami sejarah perlu ilmu bantu yaitu sosiologi.

Sebagaimana menurut Ibnu Khaldun; sosiologi merupakan sarana untuk memahami sejarah dan kondisi sosial masyarakat pada suatu generasi, proses perubahan dalam suatu masyarakat, faktor dan pengaruhnya dalam peta peradaban suatu bangsa (Kasdi, 2014: 295). Masyarakat adalah sekelompok manusia yang terjalin erat karena sistem tertentu, tradisi tertentu, konvensi dan huku tertentu yang sama dan hidup bersama. Masyarakat terbentuk dari individu-individu. Seandainya tak ada  individu-individu maka tak ada masyarakat. Masyarakat terdiri atas sistem primer dan sekunder. Sistem dan individu yang terkait dengan sistem, saling berkaitan. Kalau ada perubahan pada salah satu sistem budaya, agama, ekonomi, hukum dan pendidikan maka sistem lainnya juga akan berubah. 

Tujuan dari filsafat sejarah adalah berupaya memahami kebenaran sejarah. Kebenaran sejarah dapat berbentuk keragaman moral, adat, pikiran, hukum dan lembaga, keragaman yang nyaris tak ada batasnya. Filsafat sejarah digunakan untuk menunjuk pada usaha memberikan keterangan atau tafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah seperti Apa, makna/tujuan sejarah?, hukum-hukum pokok mana yang mengatur perkembangan dan perubahan dalam sejarah? yang disebut juga dengan filsafat sejarah spekulatif. Apakah mazhab filsafat sejarah,? Bagaimana pengaruh mazhab sejarah terhadap perkembangan gerak sejarah,? Bagaimana perkembangan teori gerak menurut hegel dan karl marx dalam filsafat sejarah,?

Pembahasan

1. Pengertian Filsafat Sejarah

Agnes Heller (Misnal, 2014: 2) dalam bukunya A Theory of History mengatakan bahwa; filsafat sejarah berkaitan dengan imajinasi tentang masa depan, juga mengacu pada tindakan-tindakan dan tipe-tipe dari tingkah laku pada masa sekarang. Pengertian ini mengacu pada pengertian sejarah sebagai refleksi filusufis terhadap perkembangan sejarah. Dalam hal ini filsafat sejarah merupakan upaya manusia untuk menggambarkan masa depan dengan berdasarkan hal-hal yang dapat dilakukan oleh manusia pada masa sekarang.

Menurut G.J Renier, dalam bukunya History its purpose and method (metode dan manfaat ilmu sejarah) mengatakan bahwa; filsafat sejarah mengandung dua kepercayaan bahwa sesuatu sesuatu yang terjadi dalam alam manusia dengan beberapa macam sifat yang beraturan. Pengertian ini mengacu pada filsafat ilmu sejarah. Filsafat ilmu sejarah membantu ahli sejarah untuk merumuskan seperangkat ketentuan-ketentuan yang akan membantunya membuat sentralisasi peristiwa-peristiwa yang diketahuinya melalui penelitian tentang masa lampau. Disini berarti ada perbedaan anatara ahli sejarah dengan fisuf sejarah. 

Gardiner menegaskan bahwa ada perbedaan fundamental antara ahli sejarah de  ngan filsuf sejarah. Jika ahli sejarah lebih memfokuskan penyelidikannya tentang peristiwa-peristiwa masa lampau, sedangkan filsuf filsafat sejarah lebih memfokuskan pada upaya untuk membuat ramalan-ramalan mengenai perekembangan  masyarakat pada hari depan (Munir, 2014:3). Aristoteles meyakini bahwa manusia akan dapat hidup berbahagia jika apabila ia berada dalam polis, manusia adalah makhluk yang bermasyarakat (Zoon politikon) (Darmodihardjo, 1995:89). Pernyataan aristoteles ini adalah contoh spekulatif dari salah satu unsur filsafat sejarah tersebut. Menurut aristoteles, kegiatan hidup berpolitik tidak boleh di abaikan, karena justeru kalau manusia aktif dalam bidang inilah maka disebut sebagai manusia (Kristeva, 2015: 397).

Ibnu Khaldun juga mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Menurutnya manusia membutuhkan interaksi dalam menumbuhkkan peradaban. Oleh karena itu manusia harus berkumpul, karena hal ini merupakan karakteristik keosialannya (Kasdi, 2014: 295) Filsafat sejarah berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan dan apa makna, tujuan sejarah serta hukum-hukum pokok yang mengatur perkembangan dan perubahan dalam sejarah. Tokoh-tokoh utama filsafat sejarah jenis ini adalah Hegel, Marx dan Comte. 

Setiap telaah historis, baik dari masa silam, masa kini, atau masa depan selalu bersifat subyektif (Abdurahman, 1999:6). Seperti halnya penalaran seorang sejarawan yang menganut faham marxis dan berbeda dengan jalan pikiran seorang idealis. Bagi kaum idealis, kenyataan historis itu merupakan buah hasil dari budi manusia, sedangkan menurut kaum marxis dengan kenyataan; jadi bagi keduanya subyektivitas  seorang sejarawan tak terelakan.

Hegel mengatakan bahwa filsafat sejarah merupakan upaya untuk memahami perkembangan sejarah dunia. Sejarah dunia menyajian perkembangan kesadaran (geist) dari kebebasannya, dan aktualisasi yang dihasilkan oleh kesadaran. Hegel membagi sejarah dunia dalam tiga tahap besar, yaitu dunia cina, dunia romawi dan dunia Germania (Munir, 2014: 3).

Marx dalam pandangan filsafat sejarah membagi  perkembangan sejarah manusia dalam tiga tahap perkembangan. Filsafat sejarah tiga tahap Marx menggambarkan pola “satu langkah ke belakang, dua langkah ke depan”. Komunitas-komunitas primitif harus dihancurkan terlebih dahulu sebelum suatu komunitas bisa diciptakan lagi pada tingkat yang lebih sempurna atau lebih tinggi. Pembagian tiga tahap perkembangan masyarakat itu adalah masyarakat agraris, masyarakat industry dan masyarakat komunis. 

Tahap masyarakat komunis menurut Marx adalah puncak perkembangan sejarah manusia (Munir, 2014: 4).Filsuf Prancis Aguste Comte terkenal dengan perkembangan sejarah manusia berdasarkan tiga tahap. Bahwa sejarah manusia, juga jiwa manusia baik secara individual maupun secara keseluruhan berkembang menurut hukum tiga tahap yaitu tahap teologi atau fiktif, tahap metafisik atau abstrak dan tahap positif atau riil (Munir, 2014: 4). Tahap teologi atau fiktif ditandai dengan bentuk masyarakat yang bersifat otoriter. Tahap metafisik atau abstrak ditandai oleh kemampuan manusia melepaskan dirinya dari kekuatan adikodrrati. Tahap positif atau riil ditandai dengan perkembangan masyarakat pada saat industrialisasi sudah dapat dikembangkan. 

Lain halnya dengan apa yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun membagi masyarakat menjadi tiga tingkatan (Kasdi, 2014: 296); Pertama, masyarakat primitif (wahsy), dimana masyarakat belum mengenal peradaban, hidup berpindah-pindah dan hidup secara liar. Kedua, masyarakat pedesaan, hidup menetap walaupun masih sederhana. mata pencaharian mereka dari pertanian dan peternakan. Sedangkan yang ketiga, masyarakat kota. Masyarakat ini menurutnya sebagai masyarakat berperadaban, dimana mata pencahariannya dari perdagangan dan perindustrian. Tingkat ekonomi dan kebudayaan cukup tinggi, mampu mencukupi kebutuhannya,bukan hanya kebutuhan pokok melainkan juga kebutuhan sekunder dan mewah.

2. Mazhab Filsafat Sejarah

Seperti yang sudah diuraikan di atas sebelumnya bahwa dalam filsafat sejarah terdapat dua pokok kajian utama yaitu objek material dalam hal ini “wujud” dan forma “menjadi”. Jika statis, maka berkualitas “wujud” dan jika dinamis maka berkualitas “menjadi”. Berdasarkan hal ini, berarti mazhab filsafat sejarah terdapat dua mazhab yaitu mazhab statis dan dinamis. Mazhab yang mempercayai “wujud” berpandangan bahwa “wujud” dan “non-wujud” eksistensinya tak mungkin serentak, karena keduanya bertentangan, sedangkan dua hal yang bertentangan eksistensinya tak mungkin serentak. Kalau “wujud” ada, maka “non-wujud” tidak ada. Dan jika “non-wujud” ada, maka “wujud” tak ada. Filsafat “wujud” dan filsafat “menjadi” mencerminkan dua pandangan yang sama sekali bertentangan tentang eksistensi.

Asumsi filsafat pertama adalah masyarakat berkualitas “wujud”, bukan berkualitas “menjadi” maka asumsi ini adalah pengertian dari sejarah ilmiah bukan filsafat sejarah. Sebaliknya, filsafat yang kedua asumsinya adalah masyarakat berkualitas “menjadi”, bukan “wujud”. Maka asumsi filsafat yang kedua ini berarti filsafat sejarah bukan sejarah ilmiah. Dasar dari sejarah ilmiah adalah gagasan bahwa terlepas dari individu, masyarakat memiliki personalitasnya sendiri dan nilai penting yang esensial (Muthahhari, 2002: 309).

Dari asumsi di atas jika kita perhatikan secara seksama, berarti dalam filsafat sejarah terdapat dua mazhab pemikiran tentang masalah teori gerak perubahan ini. Pertama mazhab atau aliran statis dan yang kedua mazhab atau aliran dinamis. Menurut mazhab statis segala sesuatu adalah dalam keadaan statis, diam atau tidak bergerak. Sebaliknya, menurut mazhab dinamis adalah segala sesuatu sesungguhnya bergerak dan berproses secara terus menerus, ia bukanlah keadaan yang sudah selesai, melainkan dalam keadaan yang sedang berproses (Jornal Maiwan, 2013: 162).  Pandangan ini adalah tentang eksistensi dan non-eksistensi, tentang diam dan gerak.  

Gerak (Subhani, 2008: 371), adalah salah satu tanda adanya benda. Setiap benda, dari yang terkecil hingga yang terbesar, dari setitik atom hingga matahari, semuanya selalu bergerak. Artinya, selalu berubah, berkembang dan lenyap. Kadang-kadang, gerak itu membentuk suatu keseimbangan sehingga menjadi diam, tidak bergerak. Jadi pada hakikatnya diam itu pun bergerak. Gerak adalah absolut sedangkan diam itu relatif. 

Menurut Engels, gerak terdapat dalam bidang mekanis, alamiah, kimia, biologi, dan juga dalam kehidupan sosial manusia. Seperti menurut Reymond Aron (Muthahhari, 2002: 307) mengatakan: Statis dan dinamis merupakan dua kategori dasar dalam sosiologi Aguste Comte. Statis pada dasarnya terjadi karena menelaah, menganalisis apa yang disebut Comte konsesus sosial.

Perkembangan mazhab dinamis dalam teori gerak ini berkembang lebih pesat pada masa aristoteles. Ia menjelaskan adanya dua macam gerak perubahan: Pertama, perubahan aksidental (accidental change), yakni perubahan yang biasa dan bersifat alamiah, seperti; dari lahir, bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan tua. Kedua, perubahan subtansial (substantial change), yakni perubahan yang bersifat fundamental dan drastik, seperti perubahan dari hidup menjadi mati (Maiwan, 2013: 163).